PROGRAM BOU JAMBAN (ARISAN JAMBAN) PUSKESMAS RIARAJA DESA PEOZAKARAMBA, KECAMATAN ENDE, KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR



Derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor lingkungan dan perilaku sangat mempengaruhi derajat kesehatan. Termasuk lingkungan yaitu keadaan pemukiman/perumahan, tempat kerja, sekolah dan tempat umum, air dan udara bersih, teknologi, pendidikan, sosial dan ekonomi. Sedangkan perilaku tergambar dalam kebiasaan sehari-hari seperti pola makan, kebersihan perorangan, gaya hidup, dan perilaku terhadap upaya kesehatan.
Adanya kebutuhan fisiologis manusia seperti memiliki rumah, yang mencakup kepemilikan jamban sebagai bagian dari kebutuhan setiap anggota keluarga. Kepemilikan jamban bagi keluarga merupakan salah satu indikator rumah sehat selain pintu ventilasi, jendela, air bersih, tempat pembuangan sampah, saluran air limbah, ruang tidur, ruang tamu, dan dapur.
Jamban sehat berfungsi untuk membuang kotoran manusia, ada berbagai macam bentuk seperti leher angsa, cubluk, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan sarana pembuangan air besar, hubungannya yang paling mendasar dengan kualitas lingkungan yakni fasilitas dan jenis penampungan tinja yang digunakan. Masalah kondisi lingkungan tempat pembuangan kotoran manusia tidak terlepas dari aspek kepemilikan terhadap sarana yang digunakan terutama dikaitkan dengan pemeliharaan dan kebersihan sarana.
Peningkatan sanitasi diupayakan pemerintah agar dapat berjalan dengan baik untuk mendukung komitmen nasional dalam pencapaian target kesepakatan pembangunan negara-negara di dunia yang tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDG’s). Salah satu target SDG’s terkait sanitasi yakni terjadinya peningkatan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan sebesar separuh dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses pada tahun 2018. Kebijakan pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2014-2019) yang juga selaras dengan target SDG’s, menyasar terwujudnya kondisi sanitasi yang bebas dari Buang Air Besar Sembarangan (BABS) pada tahun 2018.
Berdasarkan laporan Informasi dan Data Kesehatan di Indonesia tahun 2017 akses sanitasi layak Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya mencapai 45,31% masih jauh dengan target Nasional yang sudah ditetapkan yakni harus 100 % pada tahun 2019. Provinsi Nusa Tenggara Timur menduduki urutan ke 3 dari Provinsi terendah persentasinya. Menurut jenis tempat buang air besar yang digunakan, sebagian besar rumah tangga di Indonesia menggunakan kloset berjenis leher angsa sebesar 84,4%, plengsengan sebesar 4,8%, cemplung/cubluk/lubang tanpa lantai sebesar 7,2%, dan cemplung/cubluk/lubang dengan lantai sebesar 3,7%.
Di Propinsi Nusa Tenggara Timur masih ditemukan penduduk yang buang air besar di area terbuka sebesar 45,69% (2017). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ende tahun 2017, menunjukkan bahwa penggunaan jamban sebagai fasilitas Buang Air Besar (BAB) di Kabupaten Ende masih rendah yaitu persentase rumah tangga menurut kepemilikan jamban sehat sebesar 55% sedangkan yang tidak memiliki jamban sebesar 45% (2017).
Dari beberapa data puskesmas seperti Puskesmas Riaraja dengan persentase jamban tidak sehat 45% (2017). Hal ini dibuktikan bahwa masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Riaraja pada tahun 2017 masih belum memanfaatkan jamban keluarga dengan baik yang dikarenakan oleh berbagai faktor seperti pengetahuan, sikap, tindakan, sosial budaya, lingkungan dan ekonomi masyarakat yang masih kurang.
Tingginya angka pertumbuhan penduduk dan rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan semakin rumitnya masalah jamban. Disamping itu ada faktor yang menyebabkan masyarakat belum tahu tentang masalah jamban, karena ada anggapan bahwa semua urusan sanitasi merupakan urusan pemerintah. Masalah kesehatan lingkungan dapat muncul sebagai akibat rendahnya tingkat pendidikan penduduk.
Desa Peozakaramba merupakan salah satu desa di Wilayah Puskesmas Riaraja dengan jumlah Kepala Keluarga sebesar 130 dengan persentase 4% dari jumlah penduduk 475 Jiwa, bisa dikatakan sangat rendah sekali untuk kepemilikan jamban untuk setiap Kepala Keluarga yang ada di Desa Peozakaramba.
Untuk mengatasi hal tersebut Desa Peozakaramba di Wilayah Puskesmas Riaraja menerapkan arisan jamban sejak tahun 2013. Arisan Jamban atau Boa Jamban (dalam Bahasa Ende) ini adalah program dari Puskesmas Riaraja karena rendahnya kepemilikan jamban di sekitar Kecamatan Ende. Boa/Arisan jamban tersebut masuk dalam program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) dengan Pelaksana Harian/Sanitarian Ibu Bernadikta Gau yang bertempat tinggal di Desa Riaraja. Dalam tugasnya sebagai Sanitarian ibu Bernadikta Gau atau biasa yang dipanggil dengan sebutan Ibu Erna memberikan inovasi kepada Desa Peozakaramba untuk melakukan kegiatan ini sehingga puskesmas bisa mewujudkan/melaksanakan gerakan bebas buang air besar di sembarang tempat atau Open Defecation Free yang biasanya disingkat ODF. Jadi tidak ada lagi yang buang air besar di sembarangan tempat.
Untuk pembangunan jamban ini, masyarakat di Desa Peozakaramba cukup membayar uang sebesar 100.000/KK yang diundi setiap bulan. Pembangunannya dikerjakan secara bersama-sama dan bergotong royong oleh masyarakat penduduk setempat. Dengan adanya arisan jamban, rata-rata setiap bulannya sedikitnya ada 2-3 jamban yang dibangun di Desa Peozakaramba wilayah Puskesmas Riaraja, Kecamatan Ende. Tahun 2018 hingga 2019 diharapkan semua kepala keluarga sudah harus memiliki jamban pribadi, sehingga masyarakat di Desa Peozakaramba terbebas dari perilaku buang air besar di sembarang tempat dan bisa meminimalisirkan penyakit yang berbasis lingkungan semisal diare.
Oleh karena itu diharapkan kedepannya untuk seluruh masyarakat Kabupaten Ende, khususnya Desa-desa yang belum 100% mempunyai kelayakan sanitasi dasar (salah satunya jamban) bisa mengikuti cara/upaya yang dilakukan masyarakat Desa Peozakaramba yang membuat Boa/Arisan Jamban sehingga kedepannya masyarakat Kabupaten Ende bisa terbebas dari buang air besar di sembarang tempat serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang ada di Kabupaten Ende. 
                                                                       Terima Kasih

Share:

RADAR SULTAN (GERAKAN SADAR KONSULTASI KESEHATAN) DI KLINIK SANITASI MELALUI PUSKESMAS, PUSTU DAN POSKESDES


By Dinas Kesehatan Kabupaten Ende (Bidang Kesmas Seksi Kesling dan Kesjaor Kru: Gadir, Amel, Ayub dan Minggus)
Klinik adalah balai pengobatan khusus seperti keluarga berencana, penyakit paru-paru atau juga merupakan organisasi kesehatan yg bergerak dalam penyediaan pelayanan kesehatan kuratif (diagnosis dan pengobatan), biasanya terhadap satu macam gangguan kesehatan. Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi dasar adalah Sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.

Klinik sanitasi merupakan salah satu upaya puskesmas yang dilaksanakan secara integratif terhadap penanganan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan. Pelaksanaan program klinik sanitasi bukan hanya bisa dilakukan di puskesmas akan tetapi bisa juga dapat dilakukan di Pustu dan Poskesdes sehingga dapat meningkatkan secara kuantitas 17–27% dan kualitas 24% sarana air bersih dan jamban keluarga. Atau juga bisa dikatakan bahwasannya klinik sanitasi merupakan wahana untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat melalui upaya terintegrasi kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit dengan bimbingan, penyuluhan dan bantuan teknis dari petugas puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian dari kegiatan puskesmas. Bekerja sama dengan program yang lain dari sektor terkait di wilayah kerja puskesmas. Secara umum tujuan klinik sanitasi yaitu meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif dan kuratif yang di lakukan secara terpadu, terarah dan terus menerus.

Tingginya kejadian penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh masih buruknya kondisi sanitasi dasar terutama air bersih dan jamban, yang dapat memicu terjadinya penyakit diare serta masih kurangnya rumah yang memenuhi syarat kesehatan sehingga penyakit ISPA juga semakin meningkat.

Pasien
Penderita penyakit yang di duga berkaitan dengan kesehatan lingkungan yang di rujuk oleh petugas medis ke ruang klinik sanitasi.

Klien
Merupakan masyarakat umum bukan penderita penyakit yang datang ke puskesmas untuk berkonsultasi tentang masalah yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan.

Bengkel Sanitasi
Adalah suatu ruangan atau tempat yang dipergunakan untuk menyimpan peralatan pemantauan dan perbaikan kualitas lingkungan.

Ruang Klinik Sanitasi
Adalah suatu ruangan atau tempat yang dipergunakan oleh Sanitarian/Tenaga Kesling/Tenaga Pelaksana kegiatan Klinik Sanitasi untuk melakukan fungsi penyuluhan, konsultasi, konseling, pelatihan perbaikan sarana sanitasi dan sebagainya.

Konseling
Adalah kegiatan wawancara mendalam dan penyuluhan yang bertujuan untuk mengenali masalah lebih rinci kemudian di upayakan pemecahannya yang di lakukan oleh tenaga sanitarian/tenaga pelaksana klinik sanitasi, sehubungan dengan konsultasi penderita/klien yang datang ke puskesmas.

Pada waktu konseling membantu klien/pasien, maka terjadi langkah-langkah komunikasi secara timbal balik yang saling berkaitan (komunikasi interpersonal) untuk membantu klien/pasien dalam membuat keputusan Jadi konseling bukan semata-mata dialog, melainkan juga proses sadar yang memberdayakan orang agar mampu mengendalikan hidupnya dan bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya. Oleh karena itu seorang petugas konseling harus dapat menciptakan hubungan dengan pasien/klien, dengan menunjukkan perhatian dan penerimaan melalui tingkah laku verbal dan non verbal yang akan mempengaruhi keberhasilan pertemuan tersebut.

Tujuan diadakannya konseling di klinik sanitasi adalah:
1.      Menyediakan dukungan teknis bagi mereka yang mempunyai masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan.
2.      Mencegah penularan penyakit berbasis lingkungan, misalnya malaria, demam berdarah dengue (DBD), TB paru, ISPA, diare, penyakit kulit dan lain-lain.
3.      Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan klien/pasien untuk menggali potensi dan sumber daya serta pelayanan kesehatan yang dapat membantu klien memecahkan masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan yang mereka hadapi.
4.      Peningkatan kualitas hidup yang lebih baik

Kunjungan rumah
Kunjungan rumah adalah kegiatan sanitarian/tenaga kesling/tenaga pelaksana klinik sanitasi untuk melakukan kunjungan ke rumah untuk melihat keadaan lingkungan rumah sebagai tindak lanjut dari kunjungan penderita atau klien ke ruang klinik sanitasi.

Kegiatan Klinik Sanitasi
1.      Kegiatan dalam gedung (Indoor Activity)
Kegiatan dalam gedung di fokuskan pada identifikasi penyakit yang di derita pasien, kegiatan konseling yaitu tenaga kesling/sanitarian mewawancarai dan memberikan penyuluhan kepada pasien serta janji kunjungan rumah. Kegiatan di dalam gedung di lakukan adalah membahas segala permasalahan, cara pemecahan masalah, hasil monitoring/evaluasi dan perencanaan klinik sanitasi dan dalam mini lokakarya puskesmas yang melibatkan seluruh penanggung jawab kegiatan dan di laksanakan sebulan sekali.

2.      Kegiatan luar gedung (outdoor Activity)
Kegiatan luar gedung merupakan tindak lanjut dari kegiatan konseling berupa kunjungan rumah. Pada kunjungan rumah ini dilakukan inspeksi sanitasi terhadap kondisi lingkungan tempat tinggal pasien serta penyuluhan yang lebih terarah , baik kepada pasien, keluarga pasien maupun tetangga sekitar.
Kunjungan ini merupakan kegiatan rutin yang dipertajam sasarannya, karena saat kunjungan petugas telah mempunyai data tentang sarana sanitasi lingkungan yang bermasalah yang perlu diperiksa dan faktor-faktor perilaku yang berperan besar dalam terjadinya penyakit. Apabila dalam kunjungan tersebut perlu dilakukan suatu perbaikan atau pembangunan sarana sanitasi dasar dengan biaya besar, maka petugas dapat mengusulkan kepada instansi terkait.

Skema Alur Kegiatan Klinik Sanitasi





Keterangan :
1.      Pasien datang ke puskesmas, mendaftar di loket, diperiksa oleh medis/paramedik jika indikasinya menderita penyakit berbasis lingkungan maka dirujuk ke klinik sanitasi, di klinik sanitasi pasien dikonseling, diberikan penyuluhan serta membuat perjanjian kunjungan rumah untuk memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dialaminya kemudian pasien mengambil obat di apotek kemudian pulang.
2.      Petugas berkoordinasi dengan lintas program melalui loka karya mini atau pertemuan bulanan.
3.      Petugas melakukan kunjungan rumah dengan memberikan implementasi dan rekomendasi perbaikan lingkungan.
4.      Klien datang ke puskesmas untuk berkonsultasi mengenai masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi untuk mencari cara pemecahan masalah.
5.      Pemantauan wilayah setempat untuk dijadikan tolak ukur pelaksanaan klinik sanitasi.
6.      Untuk Pustu dan Poskesdes bisa dilakukan secara langsung oleh Tenaga Kesehatan yang ada dengan memberikan buku saku konseling kesehatan lingkungan di Nakes tersebut beserta bahan – bahan penjelasan tentang penyakit yang berhubungan dengan lingkungan contohnya leafleat, lembar balik, brosur dan lain – lain.

Share:

APLIKASI ANDROID POKENTIK


Bersama – sama kita sukseskan gerakan Satu Rumah Satu Jumantik dengan menggunakan aplikasi di Android yang bernama Pokentik.
Tentang Aplikasi Pokentik
Aplikasi ini berawal dari suatu ide pribadi/gagasan dari dua orang generasi muda yang berasal dari Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pencegahan Penyakit Palembang, mereka berhasil menuangkan ide dan kepeduliannya terhadap kesehatan masyarakat yang kini diwujudkan dalam sebuah aplikasi sederhana bernama Pokentik yang merupakan akronim dari Kelompok Pemantau Jentik.
Pokentik merupakan aplikasi smartphone yang berbasis android dibuat untuk membantu masyarakat mengenal sekaligus membudayakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang merupakan upaya paling murah dan efektif dalam mencegah penyakit diantaranya Demam Berdarah Dengue (DBD), Malaria, bahkan Zika.
Dengan tujuan awalnya, agar para masyarakat yang sebelumnya tidak peduli dengan bahaya adanya jentik menjadi lebih peduli dalam menjaga dan lebih memperhatikan kebersihan lingkungannya, dan menjadi lebih rajin lagi membersihkan lingkungan disekitarnya.
Diharapkan dengan adanya aplikasi Pokentik ini dapat mampu mengubah mindset/pikiran masyarakat bahwa masyarakat yang berhasil menemukan jentik adalah penyelamat. Berhasil mencegah satu jentik menetas menjadi seekor nyamuk, berarti menghilangkan satu risiko bagi keluarga tertular penyakit demam berdarah ataupun penyakit vektor nyamuk lainnya seperti malaria ataupun Zika.
Selain itu juga aplikasi Pokentik ini selain ingin membudayakan digital movement di bidang kesehatan, memudahkan penginputaj data, namun juga memiliki semangat atau energy kepada masyarakat untuk lebih peduli membudayakan gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (juru pemantau jentik) melalui PSN 3M Plus.
Semoga dengan kehadiran aplikasi ini masyarakat bisa dapat lebih berperan aktif dalam upaya mencegah dan mengendalikan penularan penyakit DBD, malaria, dan zika.
Terima Kasih.

Share:

STUDI EHRA KABUPATEN ENDE WILAYAH PUSK.ONEKORE DAN DETUSOKO



PUSKESMAS ONEKORE DAN DETUSOKO , Setelah mengikuti pembekalan dari Nara Sumber Propinsi tentang Cara Pengisian Kuesioner/Format study Ehra,  para Enumerator dari Kecamatan Ende Tengah dan Detusoko melaksanakan pengumpulan data study EHRA atau penilaian resiko kesehatan lingkungan yang dilaksanakan pada tanggal 06 – 08 Agustus 2017 dengan mengajukan berbagai materi pertanyaan  (kuesioner / daftar pertanyaan) yang telah disediakan oleh Dinas Kesehatan.
Cara pengumpulan data study EHRA dilaksanakan melalui pendataan oleh petugas kepada masyarakat melalui sampling berupa kuisioner untuk minimal lima (5) warga per RT. Hasil pendataan akan diverifikasi oleh Supervisor (Sanitarian) di tingkat Desa.

Pertanyaan yang disampaikan berupa wawancara dari proses interaksi dan komunikasi oleh pewawancara dengan responden. Pertanyaan yang diajukan berupa pertanyaan yang bahasanya dapat dimengerti oleh responden sehingga hasil yang didapat  lebih akurat, namun petugas tidak hanya menerima seutuhnya dari jawaban responden tetapi petugas melihat langsung kondisi rumah yang di data tersebut. Mulai dari lingkungan rumah, dapur, kamar mandi, wc / jamban, tempat mencuci pakaian dan mencuci piring serta pembuangan limbah atau air kotor.


Dengan terlaksananya study EHRA ini semoga masyarakat dapat lebih memperhatikan kebersihan lingkungan dan menjaga kesehatan keluarga mulai dari rumahnya sendiri.
Terima Kasih





Share:

STUDI EHRA KABUPATEN/KOTA


EHRA (Environmental Health Risk Assessment) adalah sebuah studi parsipatif di Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilakuperilaku masyarakat pada skala rumah tangga.
Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/Kota karena:
1.        Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat.
2.        Data terkait dengan sanitasi dan higiene terbatas dan data sanitasi umumnya tidak bisa dipecah sampai Kelurahan/Desa serta data tidak terpusat melainkan berada di berbagai Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di Kabupaten/Kota.
3.        Isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrenbang.
4.  Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan.
5.        EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan masyarakat di Kelurahan/Desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama masyarakat atau stakeholders Kelurahan/Desa.
6.  EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat Kabupaten/Kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa.
Studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat, seperti:
1.        Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup:
a.        Sumber air minum.
b.        Layanan pembuangan sampah.
c.        Jamban.
d.        Saluran pembuangan air limbah rumah tangga.
e.        Drainase lingkungan.
2.    Perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higinitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM:
a.        Stop buang air besar sembarangan.
b.        Cuci tangan pakai sabun.
c.        Pengelolaan air minum rumah tangga.
d.        Pengelolaan sampah dengan 3R.
e.        Pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan).
Untuk mencapai universal access di tahun 2019, studi EHRA diharapkan dapat dilakukan di seluruh Kelurahan/Desa di Kabupaten/Kota. Metode yang digunakan adalah Random sampling dengan jumlah responden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga yang tersebar di minimal 8 RT terpilih, dan responden minimal per RT adalah 5 responden dan dipilih secara random.
Jika Kabupaten/Kota tidak dapat melakukan studi EHRA di seluruh Kelurahan/Desa, maka metode yang digunakan adalah Stratifikasi secara acak (Stratified Random Sampling).
Penentuan strata didasarkan pada 4 kriteria utama. Kriteria utama adalah kriteria yang ditentukan oleh program PPSP dan harus digunakan oleh semua Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota.
Kriteria dalam menentukan strata dalam studi EHRA, yaitu:
a.        Kepadatan Penduduk: jumlah penduduk per luas wilayah.
b.  Angka Kemiskinan: secara representatif menentukan kondisi sosialekonomi masingmasing Kabupaten/Kota dan/atau desa /kelurahan.
c.    Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berpotensi digunakan atau telah digunakan sebagai sarana MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat.
d.   Wilayah banjir yang dinilai mengganggu ketenteraman masyarakat dengan parameter ke􀆟nggian air, luas daerah banjir/genangan, dan lamanya surut yang biasa ditentukan oleh Pokja.
Jika Kabupaten/Kota memutuskan untuk menggunakan metode Stratifikasi secara acak, maka jumlah minimal responden per Kabupaten/Kota, menurut rumus Slovin KrejcieMorgan (1970) adalah 400 responden. Sementara jumlah minimal responden per Kelurahan/Desa adalah 40 rumah tangga yang tersebar di minimal 8 RT terpilih, dan responden minimal per RT adalah 5 responden. Pokja boleh menambah jumlah responden, secara proporsional untuk tiap RT bila dalam satu Kelurahan/Desa terdapat kurang dari 8 RT. Responden dalam studi EHRA adalah ibu atau anak perempuan yang sudah menikah dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.
Milestone studi EHRA
A.       Persiapan EHRA
Tercapainya kesepakatan dan kesamaan persepsi mengenai latar belakang, tujuan dan manfaat studi EHRA; Tim, Metodologi, jadwal, alokasi dana, pembagian tugas dan tanggung jawab Tim studi EHRA.
B.       Penentuan Area Studi
Studi EHRA diharapkan dapat dilakukan di seluruh Kelurahan/Desa. Jika Pokja Kabupaten/Kota memutuskan hanya mengambil beberapa Kelurahan/Desa untuk dijadikan target area studi maka Pokja Kabupaten/Kota perlu menetapkan jumlah Kelurahan/Desa dengan menggunakan metode stratified random sampling.
C.       Pelatihan Supervisor, enumerator, dan petugas entri data.
Dalam pelatihan supervisor dan enumerator, materi yang dilatihkan adalah cara pengumpulan data yang merupakan salah satu bagian penting dari rangkaian kegiatan studi untuk memperoleh data yang akurat dan valid.
D.     Pelaksanaan studi EHRA
Dalam pelaksanaan studi EHRA diperlukan keterlibatan berbagai pihak SKPD yang terkait di Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota. Koordinator studi (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) selaku penanggung jawab operasional Tim, dibantu oleh anggota tim, koordinator wilayah (Kepala Puskesmas) dan supervisor (Sanitarian Puskesmas), menyiapkan berbagai keperluan studi.
E.       Pengolahan data , analisa data, dan pelaporan.
Dalam tahap ini, telah tersedia kuesioner yang siap untuk dientri dengan menggunakan Software Epi info. Dihasilkannya data hasil entri yang siap untuk dianalisis dengan menggunakan so􀅌ware SPSS dan dihasilkannya table hasil analisis studi EHRA sampai penentuan Indeks Risiko Sanitasi (IRS).

Terima Kasih

Share:

Popular

Diberdayakan oleh Blogger.

PROGRAM BOU JAMBAN (ARISAN JAMBAN) PUSKESMAS RIARAJA DESA PEOZAKARAMBA, KECAMATAN ENDE, KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR

Derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor lingkungan da...

Name*


Message*

Recent Posts