KEBIJAKAN PROGRAM KESEHATAN KERJA

Konstitusi WHO dan amandemen UUD 1945 pasal 28 H menegaskan bahwa kesehatan adalah hak azasi manusia yang fundamental bagi setiap individu. Kesehatan merupakan investasi yang sangat strategis dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Saat ini pembangunan mengarah kepada industrialisasi dimana persaingan pasar bebas semakin ketat, untuk itu diperiukan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Searah dengan hal tersebut kebijakan pembangunan di bidang kesehatan ditujukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh masyarakat. termasuk masyarakat pekerja. Dalam Undang-undang Nomor.36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. kemajuan pembangunan yang digerakkan oleh modernisasi dan industrialisasi serta globalisasi selain memberi dampak posistif berupa tersedianya lapangan pekerjaan dan kemudahan dalam memperoleh kesempatan bekerja, juga memberikan dampak negatif khususnya terhadap kesehatan pekerja. Bahaya di tempat kerja merupakan penyebab atau pemberi kontribusi bagi kematian dini dari jutaan orang di seluruh dunia dan mengakibatkan penyakit serta kecacatan bagi lebih dari ratusan orang tiap tahunnya. Laporan Kesehatan Dunia 2002 menempatkan risiko kerja pada urutan ke sepuluh penyebab terjadinya penyakit dan kematian. WHO melaporkan bahwa faktor risiko kerja memberikan kontribusi pada beberapa penyakit antara lain penyakit punggung (37%), kehilangan kemampuan pendengaran (16%), penyakit paru obstruktif kronis (13%), asma (11%), kecelakaan (10%), kankerparu (9%), leukemi (2%). Dari 27 negara yang dipantau oleh ILO (2001), data kematian, kesakitan dan kecelakaan kerja di Indonesia berada pada urutan ke 26. Sedangkan data dari Jamsostek (2003) diketahui setiap hari kerja terjadi 7 kematian pekerja dari 400 kasus kecelakaan kerja dengan 9,83% (10.393 kasus) mengalami cacat dan terpaksa tidak mampu bekerja lagi. Angka ini hanya merupakan angka yang dilaporkan sedangkan angka yang sesungguhnya belum diketahui secara pasti. Dengan demikian kesehatan kerja menjadi salah satu masalah utama pada saat ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, di Indonesia terdapat 108,13 juta angkatan kerja yang tersebardi berbagai lapangan kerja dengan berbagai permasalahan yang timbul akibat pekerjaannya. Data menunjukkan bahwa secara umum 68% bekerja di sektor informal dan 32% di sektor formal. Bila dirinci berdasarkan tempat kerja adalah 44% bekerja di bidang pertanian diikuti dengan perdagangan kurang lebih 18% dan Industri pengolahan sebesar 12%. Umumnya pekerja Indonesia berpendidikan rendah ditunjukkan data BPS (2002), pada pekerja formal bahwa 3,1 % pekerja tidak mempunyai pendidikan dan 36% memiliki maksimal ijazah SD; 19,3 % adalah lulusan SLTP; 32% adalah lulusan SLTAdan 14% adalah lulusan perguaian tinggi. Bila dilihat secara porposional untuk sektor informal akan lebih banyak lulusan SD dan SLTP, karena di masyarakat jumlah lulusan ini paling banyak. Kesehatan Kerja memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan personal dan sosial seseorang. Apabila seorang pekerja menderita kesakitan atau bahkan sampai cacat yang berhubungan dengan pekerjaannya maka hal tersebut akan menghambat produktivitas baik bagi pekerja maupun bagi perusahaan. Selain itu pelaksanaan kesehatan kerja yang baik akan membawa citra baik bagi perusahaan dalam persaingan di dunia usaha.  Kesehatan kerja terkait dengan kondisi sosial dan ekonomi serta melibatkan berbagai sektor sehingga diperlukan lintas sektor yang kuat dan searah. Oleh karena itu, pencapaian tujuan kesehatan kerja bagi semua membutuhkan strategi dalam mengamankan kondisi kerja yang dapat melindungi dan mempromosikan kesehatan kerja, terutama pada kelompok berisiko seperti pekerja wanita, pekerja anak, pekerja usia lanjut dan pekerja yang terpajan bahan berbahaya. 
Peraturan Perundangan
a.    Undang-Undang Dasar 1945, pasal : 28H ayat (1) tentang hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan
b.       Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
c.       Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
d.       Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
e.       Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
f.         Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah
g.       Undang-undang Nomor.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
h.       Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
i.          Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja
j.          Keputusan Presiden Rl Nomor 102 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
k.       Permenakertrans Nomor 03 tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja
l.          Permenkes Nomor 1075 tahun 2003 tentang Sistem Informasi Manajemen Kesehatan Kerja
m.     Permenkes Nomor 1758 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Kesehatan kerja Dasar
n.       Permenkes Nomor 038 tahun 2007 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Kerja pada Puskesmas Kawasan Industri


  1. Komite Kerjasama WHO / ILO
Komite kerjasama WHO/ILO tahun 1950 menyatakan bahwa : "Kesehatan kerja sebaiknya ditujukan pada promosi dan pemeliharaan kesehatan pekerja setinggi-tingginya, baik dalam hal fisik, mental dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan; pencegahan penyakit akibat kerja pada pekerja yang disebabkan oleh kondisi kerja; perlindungan terhadap pekerja dari risiko yang dihasilkan oleh faktor-faktor yang merugikan kesehatan; penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam lingkungan kerja yang disesuaikan dengan peralatan fisiologis dan psikologisnya dan kesimpulannya adalah: adaptasi antara pekerjaan dengan pekerjanya dan tiap orang dengan pekerjaannya".
  1. Organisasi Kesehatan Dunia
Tahun 1960-1970, strategi WHO menfokuskan pada aspek ilmiah dan teknis termasuk diagnosis awal penyakit akibat kerja, pelatihan dan pendidikan kesehatan kerja. Strategi baru untuk pengembangan pelayanan kesehatan kerja diadopsi tahun 1979 dengan resolusi Kongres Kesehatan Dunia (WHA 32.14) mengenai program kesehatan kerja lanjutan yang menekankan pada kebutuhan pengorganisasian pelayanan kesehatan dasar sedekat mungkin dengan tempat tinggal dan tempat kerja.

Pada tahun 1996, WHO membentuk agenda dengan adopsi resolusi baru (WHA49.12) yang menghasilkan pembentukan Strategi Global Kesehatan Kerja WHO Bagi Semua yang terdiri dari 10 (sepuluh) tujuan, yakni:
1.     Memperkuat kebijakan-kebijakan internasional dan nasional bagi
kesehatan kerja dengan mengembangkan alat-alat kebijakan yang
dipehukan
2.             Pelaksanaan lingkungan kerja yang sehat.
3.             Pengembangan praktek-praktek kesehatan kerja & promosi kesehatan di tempat kerja
4.             Memperkuat pelayanan kesehatan kerja (yankesja)
5.             Pembentukan pelayanan pendukung kesehatan kerja
6.             Pengembangan standar kesehatan kerja berdasarkan atas kajian risiko secara ilmiah
7.             Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kerja
8.             Pembentukan sistem registrasi dan data, pembentukan pelayanan informasi bagi pakar, transmisi data efektif dan peningkatan kesadaran publik mengenai informasi publik
9.             Memperkuat penelitian
10.          Pembentukan kerjasama kesehatan kerja dan pelayanan lainnya.
Strategi Global WHO mengenai Kesehatan Kerja Bagi Semua, yang telah disepakati dalam Pertemuan Kesehatan Dunia WHO pada 1996 difokuskan sebagai tujuan utama yaitu perlunya meningkatkan akses pekerja kepada pelayanan kesehatan kerja yang berkualitas.
Untuk memberikan fokus baru pada kesehatan kerja pada saat ini, WHO dan negara-negara anggotanya menyusun Rencana Aksi Global WHO yang mengarah pada membangun dan memperluas implementasi Strategi Global WHO 1996 dengan menyelenggarakan Pertemuan Kesehatan Dunia Keenambelas tahun 2007 yang menghasilkan agenda baru (Resolusi WHA 60.26) terdiri dari 5 (lima) tujuan, yaitu : (1) merancang dan mengiplementasikan instrumen kebijakan kesehatan kerja, (2) melindungi dan mempromosikan kesehatan di tempat kerja, (3) meningkatkan performa dan akses pelayanan kesehatan kerja, (4) menyajikan dan mensosialisasikan bukti yang ada untuk pelaksanaan aksi dan praktik-praktik, dan (5) memasukkan kesehatan kerja ke dalam kebijakan lain.
  1. Organisasi Perburuhan Dunia (ILO)
Global Strategy on Occupational Safety and Health yang disusun ILO pada tahun 2003, ditujukan untuk mengurangi penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan dan kecelakaan kerja. Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan hazard harus dimasukkan juga isu baru seperti hazard biologik, psikososial dan kelaianan muskuloskeletal. Perlu menjadi perhatian juga masalah demografi, perpindahan penduduk, shif kerja, masalah gender, struktur dan masa hidup perusahaan, serta perkembangan teknologi yang luar biasa cepatnya. Perlu ada peningkatan kesadaran akan pentingnya upaya pencegahan ke semua stake holder, sehingga upaya ini dapat dibantu dengan baik. Strategi global diarahkan ada promosi dari K3 di tempat kerja.
Konvensi ILO Nomor 187 Tahun 2006 tentang Promotional Framework for Occupational Safety and Health dikatakan bahwa agar semua negara melaksanakan implementasi K3 dan berbudaya K3 dalam kehidupan bermasyarakat khususnya berkarya.
  1. Renstra Nasional Kesehatan Kerja 2007 - 2010
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja serta bebas pencemaran lingkungan menuju peningkatan produktivitas.
Apabila dilakukan analisa secara mendalam maka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada umumnya disebabkan tidak dijalankannya syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara baik dan benar.
Upaya-upaya yang telah dilaksanakan selama ini berupa pembuatan dan pembaharuan peraturan perundangan, standar teknis, pengawasan, pembinaan, penyuluhan dan sosialisasi, telah berhasil meningkatkan
kesadaran pimpinan perusahaan dan pekerja pada umumnya tentang manfaat pelaksanaan K3, yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Pelaksanaan K3 memerlukan koordinasi dan harmonisasi antar berbagai sektorsecara terpadu, sehingga budaya K3 dalam kehidupan berbangsa dan berkarya dapat berlangsung sebaik-baiknya.
Untuk menuju dunia usaha dan dunia kerja yang berbudaya K3 serta terlaksananya implementasi peraturan perundangan K3 di Indonesia, maka untuk tahun 2007 - 2010 diterbitkanlah Visi, 3 (tiga) Misi, 5 (lima) Kebijakan, serta 10 ( sepuluh ) Strategi dan Program Kerja K3 Nasional, yang pada intinya melakukan peningkatan koordinasi yang sinergis antar pengandil {stakeholders) dengan Pemerintah, mencipatakan kemandirian dunia usaha dalam menerapkan K3, dan peningkatan kompetensi serta daya saing tenaga kerja di bidang K3 guna terwujudnya budaya Keselamatan dan Kesehatan.
STRATEGI KESEHATAN KERJA
Indikator kesehatan kerja dari tahun 2009-2014 terdiri dari:
·        Persentase kabupaten/kota minimal memiliki 4 puskesmas yang melaksanakan  upaya kesehatan kerja
·        Persentase fasilitas kesehatan pemerintah (Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan Daerah, Instalasi Farmasi dan dinas Kesehatan) di kabupaten/kota melaksanakan upaya kesehatan kerja
Strategi Kesehatan Kerja Nasional terdiri dari:
1.  Memperkuat dan mengembangkan kebijakan kesehatan kerja
Kebijakan Kesehatan Kerja yang berbasis bukti, berpihak kepada rakyat dan berdasarkan kemitraan lintas sektoral, perlu dibangun dan dikembangkan untuk mendukung dan mengarahkan upaya kesehatan kerja bagi seluruh masyarakat pekerja.
Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan kerja yang bermutu dan efektif perlu adanya regulasi dan perlindungan yang jelas. Regulasi harus mampu mengantisipasi perkembangan teknologi dan globalisasi. Penetapan standar, pedoman dan petunjuk teknis pelayanan kesehatan kerja yang berdayaguna tinggi perlu ditingkatkan sehingga kesehatan kerja dapat dilaksanakan oleh semua fihak.
Harmonisasi standar dan regulasi perlu dilaksanakan antar lintas program, lintas sector dan lintas batas, sehingga standar dan regulasi mempunyai pengakuan nasional dan intemasional.
Untuk strategi ini dicanangkan Program pokok yang meliputi: Kebijakan, norma, standar, pedoman, kriteria dan prosedur kesehatan kerja  perlu ditinjau berulang sesuai dengan perkembangan IPTEK dan dunia usaha/ dunia kerja serta perlu mengacu kepada UU/ PP di tingkat nasional dan/atau peraturan intemasional yang dapat mendukung Program Kesehatan Kerja yang harmonis. Untuk menjalankan kebijakan tersebut diperlukan komitmen yang kuat, dengan rencana aksi yang meliputi kegiatan :
       Mengintergrasikan sistem manajemen kesehatan kerja sebagai bagian dari sistem manajemen K3 dalam manajemen perusahaan.
       Menyusun panduan upaya kesehatan kerja yang komprehensif untuk mencapai kesehatan yang bersifat holistik (fisik, mental,spiritual dan sosial).

Dalam hal ini sektor yang terlibat adalah Kesehatan, Perindustrian, Pertambangan, Nakertrans, Pertanian, Perhubungan dan ESDM. Indikator rencana aksi / kegiatan ini adalah jumlah PP, Permen, dan Panduan Kesehatan Kerja yang tersedia dan / atau dihasilkan.

 Terima Kasih

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular

Diberdayakan oleh Blogger.

PROGRAM BOU JAMBAN (ARISAN JAMBAN) PUSKESMAS RIARAJA DESA PEOZAKARAMBA, KECAMATAN ENDE, KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR

Derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor lingkungan da...

Name*


Message*

Recent Posts