STUDI EHRA KABUPATEN/KOTA


EHRA (Environmental Health Risk Assessment) adalah sebuah studi parsipatif di Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilakuperilaku masyarakat pada skala rumah tangga.
Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/Kota karena:
1.        Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat.
2.        Data terkait dengan sanitasi dan higiene terbatas dan data sanitasi umumnya tidak bisa dipecah sampai Kelurahan/Desa serta data tidak terpusat melainkan berada di berbagai Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di Kabupaten/Kota.
3.        Isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrenbang.
4.  Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan.
5.        EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan masyarakat di Kelurahan/Desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama masyarakat atau stakeholders Kelurahan/Desa.
6.  EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat Kabupaten/Kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa.
Studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat, seperti:
1.        Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup:
a.        Sumber air minum.
b.        Layanan pembuangan sampah.
c.        Jamban.
d.        Saluran pembuangan air limbah rumah tangga.
e.        Drainase lingkungan.
2.    Perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higinitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM:
a.        Stop buang air besar sembarangan.
b.        Cuci tangan pakai sabun.
c.        Pengelolaan air minum rumah tangga.
d.        Pengelolaan sampah dengan 3R.
e.        Pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan).
Untuk mencapai universal access di tahun 2019, studi EHRA diharapkan dapat dilakukan di seluruh Kelurahan/Desa di Kabupaten/Kota. Metode yang digunakan adalah Random sampling dengan jumlah responden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga yang tersebar di minimal 8 RT terpilih, dan responden minimal per RT adalah 5 responden dan dipilih secara random.
Jika Kabupaten/Kota tidak dapat melakukan studi EHRA di seluruh Kelurahan/Desa, maka metode yang digunakan adalah Stratifikasi secara acak (Stratified Random Sampling).
Penentuan strata didasarkan pada 4 kriteria utama. Kriteria utama adalah kriteria yang ditentukan oleh program PPSP dan harus digunakan oleh semua Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota.
Kriteria dalam menentukan strata dalam studi EHRA, yaitu:
a.        Kepadatan Penduduk: jumlah penduduk per luas wilayah.
b.  Angka Kemiskinan: secara representatif menentukan kondisi sosialekonomi masingmasing Kabupaten/Kota dan/atau desa /kelurahan.
c.    Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berpotensi digunakan atau telah digunakan sebagai sarana MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat.
d.   Wilayah banjir yang dinilai mengganggu ketenteraman masyarakat dengan parameter ke􀆟nggian air, luas daerah banjir/genangan, dan lamanya surut yang biasa ditentukan oleh Pokja.
Jika Kabupaten/Kota memutuskan untuk menggunakan metode Stratifikasi secara acak, maka jumlah minimal responden per Kabupaten/Kota, menurut rumus Slovin KrejcieMorgan (1970) adalah 400 responden. Sementara jumlah minimal responden per Kelurahan/Desa adalah 40 rumah tangga yang tersebar di minimal 8 RT terpilih, dan responden minimal per RT adalah 5 responden. Pokja boleh menambah jumlah responden, secara proporsional untuk tiap RT bila dalam satu Kelurahan/Desa terdapat kurang dari 8 RT. Responden dalam studi EHRA adalah ibu atau anak perempuan yang sudah menikah dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.
Milestone studi EHRA
A.       Persiapan EHRA
Tercapainya kesepakatan dan kesamaan persepsi mengenai latar belakang, tujuan dan manfaat studi EHRA; Tim, Metodologi, jadwal, alokasi dana, pembagian tugas dan tanggung jawab Tim studi EHRA.
B.       Penentuan Area Studi
Studi EHRA diharapkan dapat dilakukan di seluruh Kelurahan/Desa. Jika Pokja Kabupaten/Kota memutuskan hanya mengambil beberapa Kelurahan/Desa untuk dijadikan target area studi maka Pokja Kabupaten/Kota perlu menetapkan jumlah Kelurahan/Desa dengan menggunakan metode stratified random sampling.
C.       Pelatihan Supervisor, enumerator, dan petugas entri data.
Dalam pelatihan supervisor dan enumerator, materi yang dilatihkan adalah cara pengumpulan data yang merupakan salah satu bagian penting dari rangkaian kegiatan studi untuk memperoleh data yang akurat dan valid.
D.     Pelaksanaan studi EHRA
Dalam pelaksanaan studi EHRA diperlukan keterlibatan berbagai pihak SKPD yang terkait di Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota. Koordinator studi (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) selaku penanggung jawab operasional Tim, dibantu oleh anggota tim, koordinator wilayah (Kepala Puskesmas) dan supervisor (Sanitarian Puskesmas), menyiapkan berbagai keperluan studi.
E.       Pengolahan data , analisa data, dan pelaporan.
Dalam tahap ini, telah tersedia kuesioner yang siap untuk dientri dengan menggunakan Software Epi info. Dihasilkannya data hasil entri yang siap untuk dianalisis dengan menggunakan so􀅌ware SPSS dan dihasilkannya table hasil analisis studi EHRA sampai penentuan Indeks Risiko Sanitasi (IRS).

Terima Kasih

Share:

Popular

Diberdayakan oleh Blogger.

PROGRAM BOU JAMBAN (ARISAN JAMBAN) PUSKESMAS RIARAJA DESA PEOZAKARAMBA, KECAMATAN ENDE, KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR

Derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor lingkungan da...

Name*


Message*

Recent Posts