Dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan pada bab XII mengenai
kesehatan kerja pasal 164 lebih jauh menyebutkan bahwa upaya Kesehatan Kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan.
Puskesmas
merupakan tempat kerja serta berkumpulnya orang-orang sehat (petugas dan
pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien), sehingga
Puskesmas merupakan tempat yang mempunyai risiko kesehatan maupun
kecelakaan kerja. Petugas Puskesmas
mempunyai risiko tinggi dalam penularan penyakit melalui darah, cairan tubuh, tertusuk jarum suntik bekas dan sebagainya. Berdasarkan
Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) menyatakan bahwa Puskesmas merupakan unit pelaksana
teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
Risiko petugas Puskesmas terhadap kesehatan dan
kecelakaan kerja dapat digambarkan seperti hasil penelitian di Jakarta Timur
tahun 2004, menunjukkan bahwa rendahnya perilaku petugas kesehatan di Puskesmas
terhadap kepatuhan melaksanakan setiap prosedur tahapan kewaspadaan universal
dengan benar hanya 18,3 %, status vaksinasi Hepatitis B petugas kesehatan Puskesmas masih rendah
sekitar 12,5%, riwayat pernah tertusuk jarum bekas sekitar 84,2%.
Kesehatan Kerja adalah suatu layanan untuk peningkatan dan pemeliharaan
derajat kesehatan (fisik, mental dan sosial) yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dari
risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam
suatu lingkungan kerja yang adaptasi antara pekerjaaan dengan
manusia dan
manusia dengan jabatannya (ILO/WHO 1995).
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota,
yang merupakan ujung tombak penyelenggara pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di
wilayah kerjanya.
Sistem
Manajemen Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi
organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, pemeliharaan kebijakan kesehatan kerja
dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman efesien dan produktif.
Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di Puskesmas dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan
jaminan keselamatan dan kesehatan petugas Puskesmas, Pengunjung dan Pasien
dengan cara pengendalian bahaya meliputi upaya mencegah dan menanggulangi
segala penyakit dan kecelakaan akibat kerja di Puskesmas.
SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN KERJA
Kesehatan kerja
merupakan bagian dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja, sehingga elemen-elemen
Sistem Manajemen Kesehatan kerja mengacu
pada elemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja seperti yang digambarkan oleh Occupatonal Health and Safety Management
System (OHSAS) 18001
sebagai berikut:
Elemen-elemen dalam Sistem Manajemen Kesehatan Kerja
adalah sebagai berikut:
1. Komitmen dan Kebijakan Kesehatan Kerja
Pimpinan
menetapkan komitmen dan Kebijakan Kesehatan Kerja yang secara jelas memberikan kerangka konsep Kesehatan Kerja.
2. Perencanaan Kesehatan Kerja.
a.
Identifikasi bahaya,
penilaian risiko dan pengendalian risiko.
b. Peraturan
perundangan dan persyaratan lain.
c. Tujuan dan sasaran
d.
IndikatorKinerja
e. Perencanaan Awal dan Perencanaan Kegiatan yang sedang berjalan
3. Penerapan Kesekatan Kerja
a. Jaminan Kemampuan :
a. Jaminan Kemampuan :
·
Sumber
Daya (Manusia, Sarana dan Dana)
·
Integrasi
·
Tanggung
jawab
·
Konsultasi, Motivasi, dan Kesadaran
·
Pelatihan dan Kompetensi Kerja
b. Kegiatan
Pendukung
·
Komunikasi
·
Pelaporan
·
Pendokumentasian
·
Pengendalian Dokumen
·
Pencatatan
dan Manajemen Informasi.
c. Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian dan Pengendalian risiko.
·
Identifikasi
sumber bahaya
·
Penilaian risiko
·
Tindakan
pengendalian
·
Perancangan
(design dan rekayasa.
·
Pengendalian
administratis
·
Tinjauan
ulang kontrak
·
Pembelian.
·
Prosedur
menghadapi keadaan darurat atau bencana.
·
Prosedur
menghadapi insiden
·
Prosedur rencana pemulihan keadaan darurat.
4.
Pengukuran dan evaluasi
a. Inspeksi dan pengujian
b. Audit sistem manajemen kesehatan kerja
c. Tindakan perbaikan dan pencegahan.
5. Tinjauan
ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen
Top manajemen harus
meninjau ulang kembali pelaksanaan Sistem Manajemen Kesehatan
Kerja pada selang waktu terencana, untuk memastikan
Sistem Manajemen Kesehatan Kerja secara terus menerus sesuai, cukup dan
efektif.
Tinjauan
ulang Sistem Manajemen Kesehatan Kerja meliputi:
* Evaluasi terhadap penerapan Kesehatan Kerja
* Tujuan,
sasaran dan Kinerja kerja
* Hasil
temuan Audit Sistem Manajemen kesehatan kerja
* Evaluasi efektif penerapan Sistem Manajemen
kesehatan kerja.
MANAJEMEN KESEHATAN KERJA Dl
PUSKESMAS
A. Komitmen dan Kebijakan Kesehatan Kerja di Puskesmas
Salah satu
pengambilkeputusan dalam kesehatan kerja dipuskesmas adalah pimpinan Puskesmas sebagai
penanggung jawab dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya, juga mempunyai kewajiban
untuk memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan kepada seluruh staf
bawahannya, oleh karena itu perlu adanya komitmen dan kebijakan untuk
memberikan perlindungan kesehatan kerja. Salah satu upaya perlindungan tersebut
dengan penerapan Manajemen kesehatan kerja Puskesmas.
Sebagai tindak lanjut
komitmen dan kebijakan pimpinan Puskesmas dalam penyelenggaraan kesehatan
kerja, perlu dilakukan beberapa hal antara lain:
1.
Mengidentifikasi sumber daya yang ada di
Puskesmas
2.
Menetapkan tujuan yang jelas sebagai acuan pelaksanaan
kesehatan kerja
3.
Sosialisasi
program kesehatan kerja kepada seluruh staf/petugas Puskesmas.
4.
Membentuk
Organisasi kesehatan kerja atau menunjuk tim penanggung jawab kesehatan kerja.
5.
Memberi
wewenang dan tanggung jawab kepada tim kesehatan kerja.
6. Meningkatkan
Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang kesehatan kerja di Puskesmas.
7. Pimpinan Puskesmas
melakukan advokasi ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
untuk mendapatkan dukungan.
8. Puskesmas
perlu membuat pedoman kerja dan prosedur pelaksanaan kesehatan kerja. dengan mengutamakan upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan
preventif).
9.
Melakukan monitoring dan evaluasi secara
internal dan eksternal.
B. Perencanaan Kesehatan Kerja di Puskesmas.
Puskesmas
harus membuat perencanaan penerapan Sistem Manajemen kesehatan kerja dengan
sasaran yang jelas dan hasilnya dapat diukur. Perencanaan harus memuat tujuan,
sasaran dan indikator kinerja yang ditetapkan
berdasarkan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
sesuai dengan persyaratan/standar yang berlaku, serta hasil tinjauan
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja sebelumnya.
Perencanaan identifikasi
potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko di puskesmas:
a. Identifikasi
Potensi Bahaya di Puskesmas.
Dalam perencanaan kesehatan kerja di Puskesmas terlebih
dahulu mengidentifikasi potensi
bahaya yaitu mengenali, menemukan dan menentukan
ada atau tidak adanya bahaya yang dapat menimbulkan risiko kesehatan dan
keselamatan petugas puskesmas di setiap unit tempat kerja Puskesmas, seperti loket pendaftaran, ruang
tunggu, ruang poli, ruang rawat inap, ruang obat, laboratorium, gudang,
kamar mandi/WC dan lain sebagainya. Disamping itu identifikasi potensi bahaya
juga dilakukan terhadap proses kerja dan alat kerja yang digunakan dalam
mendukung pekerjaan di Puskesmas.
Potensi
bahaya atau risiko di tempat kerja, proses kerja, alat kerja tersebut,
memungkinkan terjadinya penyakit akibat hubungan kerja. Penyakit Akibat Hubungan Kerja tersebut juga dapat terjadi karena
pajanan penyakit dari pasien atau pengunjung, tetapi juga oleh prilaku
dan cara kerja petugas, juga lingkungan kerja, dan beban kerja Puskesmas.
b. Penilaian Risiko
di Puskesmas
Penilaian
risiko di Puskesmas dilakukan dengan cara setelah identifikasi potensi bahaya, kemudian ditentukan besaran risiko dari
potensi bahaya tersebut.
Menentukan besaran
risiko yang ada di Puskesmas berdasarkan pada sumber
bahaya yang ada, sering dan lamanya kontak petugas Puskesmas dengan
sumber bahaya tersebut.
Dalam
melakukan penilaian potensi bahaya yang dapat menimbulkan
risiko keselamatan dan kesehatan kerja, maka perlu diketahui bahwa setiap
risiko kecelakaan dan kesehatan yang ditemukan mempunyai karakteristik tertentu,
menurut tempat kerja, proses kerja, jenis pekerjaan.
c. Pengendalian risiko.
Cara pengendalian risiko
dapat dilakukan sesuai dengan hirarki pengendalian dengan cara seperti:
•
Mengurangi sumber yang dapat menimbulkan
bahaya
• Mengganti alat/prasarana yang mempunyai
potensi bahaya yang tinggi dengan yang kurang berbahaya.
•
Mengurangi kontak dengan sumber bahaya
•
Pengelolaan
lingkungan kerja yang sehat dan aman
•
Adanya
aturan atau SOP tentang cara kerja yang baik dan sehat
•
Adanya
pengaturan waktu kerja/shift kerja
• Adanya pelatihan bagi petugas Puskesmas tentang cara
kerja yang sehat dan selamat
•
Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD)
C. Penerapan/Pelaksanaan kesehatan kerja di Puskesmas
Penerapan / pelaksanaan
kesehatan kerja di Puskesmas meliputi Penerapan kesehatan kerja di dalam Puskesmas
dan Penerapan kesehatan kerja di luar gedung Puskesmas
a. Penerapan
kesehatan kerja di dalam Puskesmas.
Penerapan
kesehatan kerja di Puskesmas dilakukan dengan cara :
1). Informasi
kepada seluruh karyawan/petugas Puskesmas.
Untuk menjamin pelaksanaan
kesehatan kerja di Puskesmas, setelah adanya komitmen bersama, dalam
penerapannya perlu informasikan kepada seluruh staf, agar diketahui peran,
wewenang dan tanggung jawab dari seluruh petugas puskesmas, antara lain:
- Tanggung jawab dan wewenang untuk mengambil tindakan dan menginformasikan kepada semua petugas yang terlibat di Puskesmas.
- Menunjuk penanggung jawab kesehatan kerja yaitu sanitarian atau petugas lainnya yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas.
- Pimpinan Puskesmas dan pimpinan Poliklinik atau tempat kerja lainnya bertanggung jawab atas upaya kesehatan kerja pada tempat kerja nya.
- Puskesmas menerima saran-saran dari ahli kesehatan kerja yang berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan atau Lintas Sektor terkait.
- Petugas yang menangani kegawatdaruratan harus mendapat pelatihan kesehatan kerja.
- Kinerja upaya kesehatan kerja dapat memasukkan dalam laporan tahunan Puskesmas.
- Pimpinan Puskesmas memberikan informasi terbaru mengenai kebijakan kesehatan kerja di Puskesmas kepada seluruh staf baik dalam rapat staf atau mini lokakarya serta kepada pengunjung danpasien di Puskesmas.
2). Pelatihan
Petugas / Karyawan kesehatan kerja Puskesmas.
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kesehatan
kerja petugas di Puskesmas perlu diberikan pelatihan kesehatan kerja bagi
seluruh petugas baik secara bersamaan atau bergantian.
3). Pelaksanaan
kesehatan kerja bagi petugas Puskesmas meliputi:
a). Pemeriksaan
kesehatan awal, berkaia dan khusus pada petugas
puskesmas
- Pemeriksaan awal atau sebelum kerja diberikan kepada
pegawai baru yang akan mulai kerja atau kepada pegawai pindahan
atau mutasi
dari tempat lain atau antar tempat kerja.
- Pemeriksaan
berkaia dilakukan kepada seluruh pegawai puskesmas,
dalam pemeriksaan berkaia ini paling lama 1 (satu) tahun sekali,
sedangkan pada unit yang mempunyai risikotinggi sebaiknya dilakukan pemeriksaan berkaia 6 (enam) bulan sekali.
- Pemeriksaan
khusus dilaksanakan kepada pegawai yang mengalami gangguan atau sakit tertentu
yang sering kambuh walaupun sudah dilakukan pengobatan.
b). Penerapan Ergonomi
Permasalahan yang berkaitan dengan faktor
ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidak sesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk
per-alatan kerja. Penerapan ergonomi di Puskesmas adalah sebagai
berikut:
(1).
Posisi duduk/bekerja dengan duduk, ada beberapa persyaratan:
Terasa nyaman selama melaksanakan pekerjaannya.
Tidak menimbulkan gangguan psikologis.
Dapat melakukan pekerjaannya dengan
baik dan memuaskan.
(2). Posisi
bekerja dengan berdiri:
Berdiri
dengan posisi yang benar, dengan tulang punggung yang lurus dan bobot badan terbagi rata pada kedua tungkai.
(3). Proses
bekerja
Ukuran yang benar akan
memudahkan seseorang dalam melakukan pekerjaannya, tetapi akibat postur tubuh
yang berbeda, perlu pemecahan masalah
terutama peralatan impor dari negara-negara barat, sehingga perlu disesuaikan
kembali, misalnya tempat kerja yang
harus dilakukan dengan berdiri sebaiknya ditambahi bangku panjang setinggi
10-25 cm agar orang dapat bekerja sesuai dengan tinggi meja dan tidak
melelahkan.
(4). Penampilan tempat kerja
Mungkin
akan menjadi baik dan lengkap bila disertai petunjuk-petunjuk berupa gambar-gambar yang
mudah diingat, mudah dilihatsetiapsaat.
(5). Mengangkat beban
Terutama
di negara berkembang mengangkat beban adalah pekerjaan yang lazim dan sering dilakukan tanpa
dipikirkan efek negatifnya, antara lain : kerusakan tulang punggung, ke-lainan bentukotot karena pekerjaan tertentu,
prolapsus uteri, prolapsus ani ataupun hernia, dll.
Penanggulangan
permasalahan ergonomi di setiap jenis pe-kerjaan
dapat dilakukan setelah mengetahui terlebih dahulu bagaimana proses
kerja dan posisi kerjanya.
(6). Sikap tubuh
dalam bekerja
Sikap
tubuh dalam bekerja berhubungan dengan tempat duduk, meja kerja dan luas pandangan.
Untuk merencanakan tempat kerja dan periengkapannya diperiukan ukuran-ukuran tubuh
yang menjamin sikap tubuh paling alamiah
dan me-mungkinkan dilakukannya
gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Pada posisi berdiri
dengan pekerjaan ringan, tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah
siku. Agar tinggi optimum ini dapat diterapkan,
maka perlu diukur tinggi siku yaitu jarak vertikal dari lantai ke siku dengan keadaan lengan bawah
men-datar dan lengan atas vertikal.
Tinggi siku pada laki-laki misalnya 100 cm dan pada wanita misalnya 95 cm, maka tinggi meja kerja bagi laki-laki
adalah antara 90-95 cm dan bagi wanita adalah antara 85-90 cm.
c). Promosi/
Pencegahan kesehatan kerja di Puskesmas
Pelaksanaan
kesehatan kerja di Puskesmas lebih diutamakan pada 2 hal yaitu upaya promotif dan preventif.
Kegiatan
promotif dan preventif ini sangat berperan dalam mencegah berbagai macam penyakit maupun risiko bahaya yang ada di
Puskesmas. Kegiatan ini pada prinsipnya sangat mudah untuk dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang besardan
sangat efektif untuk mencegah
Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja. Berdasarkan hal
tersebut, maka kegiatan promosi kesehatan kerja di Puskesmas perlu menjadi prioritas dalam pelaksanaan kesehatan kerja
di Puskesmas.
Kegiatan Promosi kesehatan kerja akan sangat efektif dan
efisien bila dapat mengkombinasikan 3 komponen yaitu :
■ Kegiatan meningkatkan kesadaran
(pemasangan leaflet, Poster tentang kesehatan kerja dII),
■
Kegiatan
meningkatkan kemampuan (pelatihan, penyediaan Alat Pelindung Diri, dll) dan
■
Kegiatan meningkatkan lingkungan kerja yang bersih dan
sehat (larangan merokok, larangan membuang
sampah sembarangan, dll).
Beberapa contoh program
promosi kesehatan kerja yang perlu dilakukan di Puskesmas:
(a). Senam kebugaran dan
olah raga bersama
(b). Pembuatan dan
pemasangan leaflet, poster, dll
(c). Pembuatan dan
sosialisasi Standar Operasional.
(d). Imunisasi petugas
puskesmas (hepatitis B)
(e). Penyediaan APD
sesuai dengan jumlah yang diperlukan.
(f).
Penambahan asupan gizi petugas Puskesmas (contoh pemberian snack)
(g).
Kegiatan kebersihan lingkungan Puskesmas (contoh gerakan Jum'at bersih)
(h). Perbaikan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
puskesmas (air bersih, penyediaan
tempat sampah, kebersihan dan keamanan
ruangan kamar mandi jamban, pengelolaan sampah medis dan non medis,
Sistim Pengolahan Air Limbah dll)
(i). Aktivitas sosial bersama, seperti:
-
Piknik bersama,
-
Buka puasa bersama
-
Siraman rohani
-
Konseling
d). Surveilans kesehatan kerja pada tenaga
kesehatan dan lingkungan kerja di Puskesmas.
Surveilans dilakukan dengan
melakukan pengamatan terhadap penyakit yang terbanyak di tempat-tempat kerja
tertentu, serta ditelusuri penyebabnya. Kemudian dapat dilanjutkan dengan
pemeriksaan kesehatan pada petugas. Kalau ditemukan adanya gangguan kesehatan,
kemudian dilakukan pengobatan dan penanggulangan pada penyebabnya. Surveilans
kesehatan kerja meliputi:
(1). Surveilan medik
Untuk mengevaluasi kesehatan kerja petugas
puskesmas dapat dilakukan pengamatan dan penilaian secara terus-menerus atau surveilan medik. Surveilan medik
dapat dilakukan dengan memanfaatkan form seperti contoh pada lampiran
(2). Surveilan
lingkungan
Untuk
mengevaluasi lingkungan tempat kerja Puskesmas dapat dilakukan pengamatan dan penilaian secara terus menerus
terhadap faktor risiko lingkungan. Surveilan lingkungan menggunakan cecklist
format surveilan lingkungan.
e). Pembuatan Prosedur Tetap (Protap/SOP)
Perlu
dibuat Protap di masing-masing tempat kerja (ruangan kerja), dari memulai pekerjaan sampai dengan mengakhiri
pekerjaan.
d). Penyediaan Sarana kesehatan kerja Puskesmas.
Untuk melengkapi perlindungan
kepada petugas puskesmas disamping
pencegahan seperti imunisasi, juga perlu dilengkapiAlat Pelindung Diri
(APD), dan sarana lainnya. Agar sarana kesehatan kerja di Puskesmas tersebut
dapat terawat dengan baik perlu diperhatikan
pemeliharaan peralatan dan perilaku kerja yang sehat seperti contoh pada
lampiran
2. Penerapan kesehatan kerja bagi
Petugas yang bekerja di luar Puskesmas.
Kegiatan
pelayanan kesehatan dilaksanakan di luargedung Puskesmas seperti: kegiatan usaha kesehatan sekolah (UKS),
immunisasi, pengobatan massal, penyemprotan fogging, pembinaan usaha kesehatan
bersumber daya masyarakat (UKBM), surveilans penyakit menular dan tidak menular dan lain sebagainya. Kegiatan di luar gedung Puskesmas
ini juga mempunyai banyak risiko baik penyakit maupun kecelakaan kerja. Oleh
karena itu dalam melaksanakan tugas juga memperhatikan
atau menggunakan prinsip kesehatan kerja Puskesmas.
D. Evaluasi Program
Evaluasi bertujuan
mengembangkan program kesehatan kerja yang telah dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang ditentukan, maupun untuk pengembangan secara berkelanjutan. Untuk
memberikan semangat dan kerja keran petugas Puskesmas dalam penyelenggaraan
program kesehatan kerja dapat diberikan
penghargaan atau reward sesuai ketentuan yang berlaku.
1. Inspeksi dan Pengujian
Puskesmas harus
menetapkan dan memelihara prosedur inspeksi, pengujian
dan pemantauan yang berkaitan dengan tujuan dan sasaran kesehatan kerja dan keselamatan kerja. Frekuensi
ispeksi dsn pengujian harus sesuai dengan obyeknya.
Prosedur
inspeksi, pengujian dan pemantauan secara umum meliputi:
o Personel yang terlibat harus mempunyai
pengalaman dan keahlian yang
cukup.
o Catatan
inspeksi, pengujian dan memantauan yang
sedang berlangsung harus dipelihara dan
tersedia bagi manajemen,
o Peralatan dan metode pengujian yang memadai hams
digunakan untuk menjamin telah dipenuhinya standar kesehatan dan keselamatan
kerja.
o
Tindakan perbaikan hams dilakukan segera pada saat ditemukan ketidaksesuaian terhadap persyaratan kesehatan dan
keselamatan kerja dari hasil inspeksi, pengujian dan pemantauan.
o Penyidikan yang memadai hams dilaksanakan
untuk menentukan inti permasalahan dari suatu insiden.
o
Hasil
temuan harus dianalisis dan ditinjau ulang.
2. Audit
kesehatan kerja Puskesmas
a. Audit Internal
Puskesmas
Evaluasi pelaksanaan
kesehatan kerja di Puskesmas dilakukan oleh
Puskesmas sendiri dengan cara penilaian di tiap unit di petugas dari
ruangan yang satu dengan yang lainnya, dengan menggunakan
form laporan atau evaluasi. Bagi daerah yang sudah menggunakan ISO untuk peningkatan mutu, dapat
menggunakan form-form yang sudah ada.
b. Audit External
Puskesmas
Merupakan
penilaian pelaksanaan kesehatan kerja di puskesmas yang dilakukan oleh pihak luar (badan independen) yang
telah ditunjuk sesuai peraturan yang berlaku.
3. Tindakan
perbaikan dan Pencegahan
a. Tindakan perbaikan
Tindakan perbaikan
adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan akar penyebab ketidak
sesuaian, tertularnya/ timbulnya penyakit di tempat kerja, terjadinya
kecelakaan/insiden yang ditentukan agartak terulang lagi.
contoh
-contoh elemen yang dipertimbangkan dalam prosedur tindakan perbaikan adalh:
•
Identifikasi dan penerapan dari tindakan
perbaikan dan pencegahan.
•
Evaluasi berbagai
pengaruh terhadap hasil identifikasi bahaya potensial dan risiko.
• Rekaman berbagai
perubahan dalam prosedur yang dihasilkan dari tindakan perbaikan dan
pencegahan.
•
Aplikasi pengendalian
risiko atau modifikasi yang sudah ada, untuk memastikan tindakan perbaikan yang
dilskukan efektif.
b. Tindakan
pencegahan
Pencegahan dan pengendalian risiko akibat kerja dan
kecelakaan kerja harus dimulai
sejak tahap perancangan dan perencanaan. Hal-hal
yang perlu dipertimbangkan dalam prosedur pencegahan antara lain:
•
Penggunaan
sumber informasi yang sesuai, seperti data tingkat pencapaian no loss incident,
laporan audit, rekaman, updating analisis
risiko, informasi baru pada bahan berbahaya, dan sebagainya.
•
Identifikasi
berbagai masalah yang memerlukan tindakan pencegahan.
•
Tindakan
awal dan penerapan pencegahan.
•
Penerapan pengendali risiko untuk memastikan pencegahan berjalan efektif.
• Rekaman berbagai perubahan dalam prosedur yang dihasilkan
dari tindakan pencegahan.
E.
Tinjauan Program kesehatan kerja
Puskesmas
Pimpinan puskesmas
melakukan tinjauan ulang Sistem Manajemen kesehatan
kerja puskesmas secara berkala untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan dalam
pencapaian kebijakan dan tujuan kesehatan kerja di puskesmas. Ruang
lingkup tinjauan ulang kesehatan kerja puskesmas
ini hams dapat mengatasi implikasi kesehatan
kerja terhadap seluruh kegiatan termasuk pelaksanaan tugas puskesmas
secara keseluruhan serta kinerja puskesmas.
Tinjauan pelaksanaan kesehatan kerja
puskesmas juga dapat menjadi media untuk melakukan evaluasi pencapaian kegiatan dan
untuk melakukan perbaikan atau perubahan
terhadap kebijakan dan sasaran kesehatan kerja.
Pokok-pokok permasalahan yang dapat dibahas dalam tinjauan manajemen Kesehatan Kerja ini antara lain:
1). Kesesuaian kebijakan kesehatan kerja
2). Pencapaiankebijakan Kesehatan Kerja
3). Pencapaian sasaran kesehatan kerja
4). Kesesuaian
proses identifikasi bahaya, penilaian dan
5). pengendalian
risiko,
6). Kecukupan proses identifikasi, penilaian
dan
7). pengendalian risiko.
8). Kecukupan sumberdaya.
9). Kefektifan proses inspeksi
10). Keefektifan proses
pelaporan bahaya
11). Data yang berhubungan dengan kecelakaan dan
insiden yang terjadi.
12). Rekaman prosedur yang tidak efektif
13).
Hasil internal dan eksternal audit yang dilakukan tinjauan sebelumnya.
14). Ketepatan kesiapan
keadaan darurat
15). Perbaikan
untuksistem manajemen kesehatan kerja.
16). Keluaran dari
berbagai investigasi dari kecelakaan dan insiden.
F.
Pengembangan/Peningkatan Program Berkelanjutan
Pengembangan
penerapan kesehatan kerja secara berkesinambungan,
sesuai hasil tinjauan ulang pelaksanaan kesehatan kerja Puskesmas
dilakukan penyusunan perencanaan jangka pendek, jangka menengah dan jangka
panjang, dengan melakukan perbaikan-perbaikan dari masalah dan kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan kesehatan kerja puskesmas.
Keberhasilan program kesehatan kerja di suatu puskesmas
sangat ditentukan
oleh kualitas sumbar daya manusia didalamnya, mulai dari tingkat pimpinan, staf sampai ke pelaksana baiksebagai pemikirdan
pengambil komitmen, perencanaan, pelaksanaan, maupun pengembang.
Dalam pengembangan penerapan kesehatan kerja Puskesmas
perlu dilakukan menyususun rencana kerja
berkesinambungan dengan memperhatikan unsur-unsursebagai berikut:
1). Tinjauan keadaan
atau review tentang pelaksanaan rencana kerja sebelumnya. Dengan kegiatan ini
diusahakan dapat dilakukan dan diidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi,
dan seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai.
2).
Perkiraan keadaan masa yang akan dilalui rencana kerja puskesmas. Hal ini perlu didukung dengan
data-data yang ada untuk memproyeksi kecenderungan - kecenderungan perspektif masa depan.
3).
Penetapan tujuan rencana dan pemilihan cara-cara pencapaian tujuan rencana puskesmas tersebut. Berdasarkan tinjauan dan
pemikiran tentang masa yang akan datang perlu disusun rencana kerja secara
makro dan dapat disinkronkan dengan program-program lainnya.
4).
Identifikasi kebijakan dan upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam perencanaan puskesmas.
Dalam identifikasi kebijakan ini biasanya dilakukan secara lintas program berdasarkan
pemilihan altematif yang terbaik.
5).
Tahap akhir penyusunan rencanma ini adalah tahap persetujuan rencana, biasanya
secara bertingkat yaitu persetujuan kepala puskesmas terlebih dahulu kemudian
persetujuan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
Terima Kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar